Pertandingan Melawan Impunitas dan Kealpaan

‘Gooolll! Sorak-sorai seribu pasang mata menggema di stadion Gelora Asmara ini ketika Munir kembali menyerang dengan menggocek bola dengan lincahnya melewati Prabowo dan Sjafrie.…’ Begitulah, riuhnya dua orang komentator yang saling bersahutan memberikan ulasan kemenangan tim Pembela HAM pada pertandingan ‘Human Rights Championship – Justice Cup’ yang berakhir tipis 10-9 untuk Tim Pembela HAM yang digawangi oleh Munir, Marsinah, Wawan, Amir Biki, Hendriawan Sie, Wiji Thukul dan Udin yang dimotori oleh Baharuddin Lopa. Sedangkan Tim Pelanggar HAM terdiri dari Wiranto, Try Sutrisno, Prabowo, Hendropriyono, Muchdi PR dan Sjafrie Sjamsoeddin, dan bertindak sebagai manajer dan pelatih adalah Soeharto.

Pertandingan ini diawali dengan bersalaman antar pemain dari kedua tim yang mencerminkan harapan atas pertandingan yang fairplay, berfoto bersama dan kemudian wasit membunyikan pluitnya tanda pertandingan dimulai. Pada kenyataannya, pertandingan sesungguhnya tidak pernah terjadi fairplay diantara mereka. Para pelanggar ham selalu mempunyai cara untuk menjatuhkan para pembela HAM. Membuat mereka cedera dengan gerak-geriknya yang lihai sekaligus juga ‘membayar’ sang wasit agar mereka selalu berada dalam kemenangan dan tidak pernah mengalami foul atau pelanggaran.

Wasit mencerminkan keadaan penegak hukum di negara kita. Ketika wasit sudah di bungkam dengan iming-iming yang meringankan para pelanggar HAM, maka sudah pasti para Pembela HAM akan bekerja ekstra keras dengan resiko buruk yang mungkin akan terjadi pada dirinya. Bukan hanya kebal hukum, akan tetapi pelanggar HAM ini juga dapat memenangkan promosi karir yang menggiurkan. Babak kedua dimulai, dan riuh penonton serta wartawan dengan blitz kameranya bersatu memeriahkan pertandingan sederhana yang berlokasi di Lapang Borobudur depan kantor Kontras ini.

Para pemain mengenakan kostum hitam untuk Tim Pembela HAM dan merah untuk Tim Pelanggar HAM serta menutupi wajah mereka dengan topeng yang sesuai dengan nama yang tertera pada kaos yang pemain kenakan. Nomor punggung yang digunakan juga merupakan angka-angka yang menggambarkan satu kejadian terkait dengan masing-masing tokoh. Bius riuh penonton dan sepak terjang para pemain membuat kedua komentator semakin terprovokasi untuk membuat komentar-komentar yang menggelitik sekaligus tajam kepada masing-masing pemain, terutama pemain dari Tim Pelanggar HAM.

Pertandingan sederhana yang diadakan untuk melawan lupa atas sejarah dan kealpaan masyarakat atas kekerasan negara terhadap rakyatnya ini adalah salah satu kampanye untuk menyentil ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan berbagai macam kasus pelanggaran HAM yang terjadi bumi pertiwi tercinta dan juga membukakan mata masyarakat untuk tidak dibodohi oleh pemerintah. Salam Perjuangan.

Leave a comment